GemalampungNews.Com, Tulangbawang – Rata-rata masyarakat yang ingin mengurus surat keterangan kepemilikan tanah di tingkat desa/kampung atau biasa disebut Sporadik, akan dipungut biaya.

Tiap desa memiliki tarif yang berbeda-beda mulai dari Rp 750 ribu sampai Rp 2 juta, bahkan untuk membuat sertifikat Prona sekalipun.
Tahukah anda bahwa untuk membuat Sertifikat Prona semua biaya sudah ditanggung oleh Pemerintah Pusat, kecuali pembelian materai, pengadaan patok pembatas dan pengisian blanko yang hanya ditanggung oleh pemohon.

Praktik ini tidak memiliki landasan hukum apapun, dan tergolong Pungli dan merupakan tindak pidana.
Seperti yang dijelaskan ketua umum pusat LSM. Garda Tulang Bawang kepada wartawan media ini.

“Pertama kata Saparuddin Balga yang akrab disapa Har menjelaskan, “kalau ada penarikan uang terhadap masyarakat harus ada ketentuan hukumnya, tidak bisa dibuat-buat. Tidak bisa main patok-patok tarif saja tanpa ada dasar hukum yang jelas. “Kalau praktik itu terjadi terlebih dilakukan oleh oknum aparat desa, maka secara nyata perbuatan itu tergolong pemerasan, kades bisa dikategorikan melakukan tindak pidana. “Sebab pembuatan sporadik ada ketentuan soal administrasi apa sebenarnya yang harus dibayar (seperti materai), kalau ditetapkan tarif di luar ketentuan itu tidak bisa, jelas melanggar hukum,” kata ketua LSM. Garda Tuba tersebut.

Baca Juga :  Ini yang di Gali Tim SCR dalam Cerita Menak Sengaji

Yang kedua lanjutnya, di dalam Undang-undang Desa yang baru sampai ke peraturan-peraturan pelaksananya, tidak ada diatur kewenangan desa sampai ke sana (memungut biaya dari masyarakat). Harus ada dulu aturan hukumnya.

“Soal ini kalau masyarakat merasa dirugikan bisa melaporkannya ke Polisi, atau pada saat masyarakat mengurus pembuatan sporadik, jangan mau bayar sebab itu tidak ada dasar hukum, minta dulu ke desa mana aturannya,” lanjut Har.

Baca Juga :  Tidak Dapat Remisi Sebagian Napi Dirutan Menggala Tulangbawang Kecewa.

Aturan yang dimaksud, soal pajak dan retribusi ditentukan di dalam Undang-undang Dasar, terusannya Perda. Contoh di suatu daerah kalau mengelola tanah ulayat harus nyetor dengan tarif tertentu, tapi itu tidak masalah karena jika ada Perdanya yang mengatur, dan tidak bisa main sebut tarif saja”,tambah Har menjelasnya.**(Tim)

 1,907 total views,  2 views today

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here