Inspektorat Tanggamus Kebagian “Kue” Kelebihan Bayar Rp463 Juta, Siapa Lagi yang Bisa Diawasi

BERITA TERKINI Daerah LAMPUNG Tanggamus

Tanggamus – Sebuah fakta yang mengejutkan sekaligus memalukan menyeruak dari laporan perjalanan dinas Pemkab Tanggamus tahun 2024. Inspektorat Kabupaten Tanggamus, lembaga yang seharusnya jadi pengawas keuangan daerah, ternyata justru ikut menikmati kelebihan pembayaran perjalanan dinas hingga Rp463,5 juta.

Temuan ini memunculkan pertanyaan besar: jika pengawas internal saja ikut “menyantap kue anggaran,” siapa lagi yang bisa dipercaya mengawasi jalannya keuangan daerah.

Kelebihan bayar ini berawal dari Peraturan Bupati Nomor 2 dan 3 Tahun 2024 yang mengatur biaya perjalanan dinas dalam kabupaten. Regulasi ini jelas-jelas bertolak belakang dengan Perpres Nomor 33 Tahun 2020.

Perpres menegaskan bahwa perjalanan dinas kurang dari delapan jam hanya bisa dibayar transport lokal. Namun, Pemkab Tanggamus justru membuat kebijakan seragam, transport antar-kecamatan dipukul rata Rp150 ribu per hari, ditambah lagi dengan uang harian

Praktik “bayar ganda” inilah yang membuat anggaran perjalanan dinas membengkak hingga miliaran rupiah.

Ironinya, dari sekian banyak OPD, Inspektorat tercatat sebagai salah satu penerima terbesar, Rp463,5 juta.

Padahal, fungsi utama lembaga ini adalah mencegah penyimpangan, memberi rekomendasi perbaikan, dan menjadi benteng terakhir akuntabilitas daerah.

Alih-alih menjadi pengendali, Inspektorat justru ikut menjadi pemain. Hal ini tak hanya menggerus citra institusi, tapi juga menciptakan konflik kepentingan fatal, pengawas ikut menikmati praktik yang seharusnya mereka hentikan.

Kondisi ini menimbulkan luka serius bagi kepercayaan publik. Bagaimana masyarakat bisa yakin bahwa anggaran pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur diawasi dengan benar, jika lembaga pengawas sendiri terbukti ikut diuntungkan dari kebijakan yang keliru.

Lebih jauh, kasus ini memperlihatkan bahwa kebijakan perjalanan dinas di Tanggamus disusun bukan dengan analisis kebutuhan, melainkan sekadar “penyamakan angka” demi memudahkan pencairan.

Siapa yang menyetujui Perbup yang bertentangan dengan aturan nasional. Mengapa Inspektorat tidak memberi peringatan, malah ikut menikmati hasilnya.

Dan, yang paling krusial, apakah ada kemauan politik untuk mengembalikan uang rakyat yang terlanjur dibayarkan.

Skandal ini bukan hanya tentang Rp463 juta, melainkan soal integritas pengawas keuangan daerah yang ikut tergadaikan. Jika Inspektorat sudah tidak bisa diandalkan, lalu siapa yang akan melindungi uang rakyat Tanggamus.(Redaksi)