Skandal Lapas Enemawira, Napi Muslim Dipaksa Makan Anjing, DPR Minta Kalapas Dicopot

Berita Indonesia BERITA TERKINI Hukum dan Kriminal

Jakarta — Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi PKB, Mafirion, murka atas tindakan Kepala Lapas Enemawira, Kecamatan Tabukan Utara, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Chandra Sudarto, yang diduga memaksa warga binaan muslim memakan daging anjing. Ia menilai perbuatan tersebut bukan hanya tidak manusiawi, tetapi juga merupakan pelanggaran berat terhadap kebebasan beragama dan hak asasi manusia.

Mafirion menegaskan, pemerintah harus bertindak cepat dan tegas.

“Copot dan proses secara hukum. Ini pelanggaran agama, moral, hukum, dan HAM sekaligus,” tegasnya di Jakarta, Kamis (27/11/2025).

Menurut Mafirion, tindakan memaksa warga binaan muslim mengonsumsi makanan haram merupakan bentuk diskriminasi yang jelas bertentangan dengan hukum di Indonesia.

Ia merujuk sejumlah pasal KUHP yang dapat menjerat Kalapas, mulai dari Pasal 156, 156a tentang penodaan agama, hingga Pasal 335 dan 351 terkait perbuatan tidak menyenangkan dan penganiayaan.

“Aturan tegas. Menghina atau merendahkan agama bisa dipidana hingga lima tahun. Ini bukan hal sepele,” tegasnya.

Selain itu, perbuatan Kalapas juga dinilai melanggar UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menjamin kebebasan setiap warga negara untuk memeluk dan menjalankan agama tanpa paksaan.

Mafirion menekankan bahwa status sebagai warga binaan tidak boleh dijadikan alasan untuk melakukan tindakan sewenang-wenang.

“Walaupun mereka warga binaan, mereka tetap memiliki hak asasi manusia. Tidak boleh ada yang dipaksa melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keyakinannya,” ujarnya.

Ia menilai apa yang terjadi di Lapas Enemawira merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang sangat berbahaya. Lapas, kata dia, seharusnya menjadi ruang pembinaan, bukan tempat lahirnya tindakan penindasan.

Mafirion mendesak Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (KemenIMIPAS) untuk segera mencopot Chandra Sudarto dan memastikan proses hukum berjalan.

“Ini tak boleh dibiarkan. Institusi pemasyarakatan harus bersih dari tindakan diskriminatif dan pelecehan terhadap martabat manusia,” tambahnya.

Ia juga meminta aparat penegak hukum turun tangan sebelum kasus ini berkembang menjadi isu sensitif yang berpotensi memicu ketegangan sosial.

Mafirion menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa perlindungan terhadap kebebasan beragama wajib ditegakkan di mana pun, termasuk di dalam lembaga pemasyarakatan.

“Konstitusi kita jelas. Tidak boleh ada seorang pun dipaksa melanggar keyakinannya. Negara harus hadir,” tegasnya. (Redaksi)