Pringsewu – Bendungan Way Sekampung dibangun dengan gegap gempita, penuh janji kemakmuran bagi rakyat Lampung, khususnya petani. Pemerintah pusat menepuk dada, proyek strategis nasional ini disebut-sebut akan menjadi solusi atas kekeringan dan memastikan ketahanan pangan.
Namun di balik megahnya bendungan miliaran rupiah itu, ada kenyataan pahit yang tak bisa dibendung: petani di Pringsewu, justru tak kebagian setetes pun manfaatnya.
Bendungan itu berdiri di tanah Lampung, tapi airnya tak pernah benar-benar sampai ke sawah petani Pringsewu. Ironi yang menyakitkan. Di media sosial, keluhan masyarakat pun menggema.
“Yang lebih parah lagi, Pringsewu punya bendungan tapi nggak bisa mengairi sawah-sawah Pringsewu. Aneh kan? Balai besar nggak mikirin petani Pringsewu,” tulis seorang netizen.
“Dulu kukira punya bendungan kita akan makmur, nggak kekurangan air. Ternyata cuma numpang lewat aja, daerah lain yang menikmati. Aku kecewa,” ujar warga lain dengan nada getir.
Kedua suara itu bukan sekadar keluhan spontan di dunia maya, tapi jeritan yang mewakili kegelisahan petani yang tanahnya retak menunggu air. Di saat bendungan megah dibanggakan di atas panggung seremoni, para petani Pringsewu masih harus mengandalkan hujan atau pompa diesel dengan biaya mahal demi sekadar menanam padi.
Lantas, untuk siapa sebenarnya bendungan itu dibangun, jika air dari Bendungan Way Sekampung hanya dialirkan ke wilayah lain seperti Lampung Timur atau Pesawaran, sementara Pringsewu sebagai daerah yang menanggung dampak langsung pembangunan justru tak menikmati hasilnya, maka ada yang salah dalam logika keadilan pembangunan.
Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji–Sekampung mesti menjawab ini dengan jujur. Sebab publik berhak tahu kenapa sistem irigasi bendungan tidak menjangkau lahan-lahan pertanian Pringsewu. Jangan sampai proyek triliunan rupiah itu hanya menjadi “monumen air” yang indah dipandang, tapi gagal memberi kehidupan bagi rakyat di sekitarnya.
Bendungan Way Sekampung sejatinya dibangun untuk kesejahteraan, bukan sekadar jadi simbol keberhasilan fisik. Bila airnya tidak mengalir untuk petani, maka pembangunan itu kehilangan maknanya. Karena apa artinya kemegahan beton, jika di bawahnya petani terus menjerit karena kekeringan. (Redaksi)