Pringsewu – Pengelolaan limbah medis di fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) kembali disorot. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 18 Tahun 2020, limbah medis termasuk kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang wajib mendapat perlakuan khusus melalui pemilahan, pengolahan, hingga pembuangan di fasilitas berizin.
Namun, kenyataan di lapangan sering berbeda. Karena biaya pengelolaan yang cukup tinggi, tidak sedikit Fasyankes diduga “nakal” dengan membuang limbah medis secara sembarangan.
Kasus terbaru terjadi di salah satu praktik dokter umum di Pekon Sidodadi, Pringsewu. Pada Rabu (17/9), ditemukan adanya botol bekas kemasan obat serta sisa limbah lain yang diduga dibakar di halaman belakang rumah praktik tersebut.
Saat dikonfirmasi, pemilik praktik, dr. Laberna Puspita Rini, mengaku telah bekerja sama dengan pihak ketiga untuk penanganan limbah medis.
“Terkait limbah medis sesuai arahan dari dinas kesehatan, kami bekerja sama dengan PT JAD. Limbah diangkut setiap bulan sekali atau dua minggu sekali,” jelasnya di ruang praktik.
Namun ketika ditunjukkan foto lokasi penemuan limbah, ia berdalih bahwa sampah tersebut bukan limbah medis.
“Kalau bekas botol obat itu bukan limbah medis, makanya kami buang di tempat sampah karena bisa didaur ulang. Tapi kalau yang tajam-tajam seperti jarum suntik saya tidak berani buang sembarangan. Kalau memang salah, saya siap dikoreksi,” ujarnya.
Temuan ini menambah daftar panjang persoalan pengelolaan limbah medis di daerah. Padahal, pembuangan yang tidak sesuai prosedur berpotensi mencemari lingkungan sekaligus membahayakan kesehatan masyarakat sekitar. (Tim)