Tanggamus — Di tengah ketidakpastian nasib para wartawan mengenai Memorandum of Understanding (MoU) anggaran publikasi dan advertorial, muncul kabar mengejutkan: Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Tanggamus merekrut tenaga outsourcing sebagai konten kreator dengan honor khusus dari pemerintah daerah.
Langkah ini memantik kegelisahan insan pers lokal. Sejumlah jurnalis mengaku selama ini aktif meliput kegiatan pemerintahan dan mendistribusikan rilis kepada media, namun kini merasa terpinggirkan.
“Kami melihat mereka sudah jarang bahkan tidak pernah mengirim rilis kegiatan pejabat Pemkab Tanggamus di grup WhatsApp resmi. Sebaliknya, Kominfo merekrut konten kreator, dan ironisnya mereka justru menerima honor dari pemda,” ujar salah seorang jurnalis yang enggan disebutkan namanya.
Situasi ini dinilai paradoksal. Saat pemerintah daerah gencar melakukan efisiensi anggaran di tengah persoalan keuangan, kebijakan baru justru dianggap tidak berpihak kepada profesional media.
Publik menilai, meskipun konten kreator piawai membuat video pendek dan konten hiburan, kapasitas mereka dalam komunikasi pemerintahan relatif minim terutama dalam penulisan rilis resmi, penyusunan narasi kebijakan publik, dan penyampaian informasi strategis pembangunan daerah.
Kepala Dinas Kominfo Tanggamus, Suhartono, membenarkan kebijakan tersebut. Ia menyebut keberadaan konten kreator merupakan penugasan langsung dari Bupati Tanggamus.
“Benar, mereka itu konten kreator yang ditunjuk langsung oleh Ibu Bupati dan mendapat honor atas karya yang mereka buat,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (3/10/2025).
Menurut Suhartono, para konten kreator telah memperoleh Surat Keputusan (SK) resmi sebagai tenaga outsourcing dengan honor Rp2,5 juta per bulan.
“Itu untuk kebutuhan operasional seperti BBM, makan, minum, dan rokok saat mereka membuat konten kegiatan Bupati, Wakil Bupati, Ketua TP-PKK, bahkan Sekda,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan alasan Bupati memberikan perhatian khusus terhadap para konten kreator.
“Penilaiannya karena karya mereka banyak disukai dan memiliki jumlah penonton tinggi. Dari situ Bupati langsung memanggil, memberikan SK, dan honornya,” katanya.
Meski menuai kritik, Suhartono menyebut pihaknya terbuka bagi siapa pun yang ingin berkontribusi.
“Siapa saja, termasuk wartawan, silakan berkarya membuat konten positif yang membangun Tanggamus,” ujarnya.
Langkah ini menimbulkan perdebatan baru tentang arah komunikasi publik Pemkab Tanggamus. Pemerintah seolah lebih menonjolkan popularitas visual dibanding kualitas informasi resmi bagi masyarakat.
Fenomena serupa juga terjadi di sejumlah daerah lain di Indonesia, di mana pemerintah lebih mengedepankan “branding digital” ketimbang jurnalisme institusional. Kini, publik menanti langkah Pemkab Tanggamus dalam menata ulang pola komunikasi agar tidak mematikan peran pers profesional mitra strategis yang selama ini menjadi jembatan antara pemerintah dan rakyat. (Subhan)

