Potensi Konflik Agraria di Mesuji: Ratusan Keluarga Dihimbau Angkat Kaki dari Lahan oleh PT SIP

BERITA TERKINI Daerah LAMPUNG Mesuji

Mesuji – Situasi di Kabupaten Mesuji berpotensi memanas setelah PT Sumber Indah Perkasa (PT SIP) memasang spanduk peringatan yang berisi ancaman pidana dan batas waktu pengosongan lahan hingga 8 September 2025. Spanduk itu ditujukan kepada sekitar 500 keluarga yang telah lama mendiami area yang diklaim sebagai lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan.

Yang membuat spanduk ini menuai kontroversi adalah tercantumnya logo sejumlah instansi negara, mulai dari Pemerintah Kabupaten Mesuji, Polres Mesuji, Kejari Mesuji, BPN Mesuji, hingga Kodim Mesuji. Keberadaan logo-logo tersebut menimbulkan pertanyaan serius terkait keterlibatan aparat dalam sengketa lahan yang sudah berlangsung bertahun-tahun.

PT SIP menyatakan lahan tersebut sah milik mereka berdasarkan HGU. Melalui spanduk, perusahaan mengutip pasal-pasal dalam Undang-Undang Perkebunan serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), untuk memperingatkan bahwa warga yang menolak keluar bisa dikenakan sanksi hukum. Perusahaan berdalih, langkah itu dilakukan semata-mata untuk mengamankan aset dari dugaan penguasaan ilegal.

Sebaliknya, warga yang sudah lama tinggal dan bercocok tanam di lahan tersebut merasa terintimidasi. Mereka menilai ancaman pidana dan tenggat pengosongan yang singkat sebagai bentuk tekanan sepihak. Terlebih, penggunaan logo instansi negara di spanduk dipandang sebagai upaya untuk melegitimasi tindakan represif.

“Kami minta pemerintah dan aparat hukum tidak berpihak, tapi hadir sebagai mediator. Jangan ada intimidasi apalagi tindakan yang bisa melanggar HAM,” ujar Chandra Bangkit Saputra, kuasa hukum masyarakat dari Lawfirm Asima & Lawyers.

Hingga kini, BPN Mesuji belum mengeluarkan pernyataan resmi soal status HGU PT SIP. Pihak Polres dan Kejari Mesuji pun belum memberikan klarifikasi mengenai pencantuman logo mereka dalam spanduk. Kondisi ini menambah keraguan publik atas transparansi dan netralitas penanganan sengketa.

Aktivis agraria menilai, penyelesaian konflik tanah seharusnya ditempuh melalui jalur hukum dan mediasi terbuka. Pemasangan spanduk bernuansa intimidasi justru berisiko memperbesar potensi konflik horizontal.

Mengingat tenggat waktu 8 September tinggal hitungan hari, kekhawatiran pecahnya benturan antara warga dan aparat kian menguat. Sejumlah pihak menyerukan agar pemerintah pusat turun tangan sebelum situasi berkembang menjadi kerusuhan terbuka.

“Ini masalah serius. Jika dibiarkan, bisa menimbulkan korban jiwa dan mengganggu stabilitas sosial di Mesuji,” tambah Chandra. (Red)