Temuan BPK Bongkar Retribusi Pasar Pringsewu, Diskoperindag Klaim Sudah Beres

BERITA TERKINI Daerah LAMPUNG Pringsewu

PRINGSEWU – Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tahun Anggaran 2024 kembali menyoroti lemahnya pengelolaan retribusi pelayanan pasar di Kabupaten Pringsewu. Persoalan klasik berupa perpanjangan izin menempati kios (SIM Toko) tanpa pengawasan ketat hingga potensi kebocoran retribusi menjadi sorotan utama.

BPK menemukan masih ada SIM Toko yang diperpanjang meski kios sudah lama tidak beroperasi. Kondisi ini jelas berpotensi menggerus akurasi data pedagang aktif serta menimbulkan risiko hilangnya potensi pendapatan asli daerah (PAD).

Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Perdagangan Diskoperindag Pringsewu, Reka Pahlevi, mewakili Kepala Dinas Sulistiyo Ningsih, membenarkan fenomena SIM Toko tetap diperpanjang meski kios tidak beroperasi penuh.

“Banyak pedagang di Pasar Pringsewu bergerak di sektor fashion. Mereka tetap memperpanjang izin dan membayar retribusi, meski toko jarang buka. Kebanyakan memang berjualan online, dan biasanya baru buka menjelang hari besar seperti Lebaran,” ungkap Reka, Rabu (10/9/25).

Diskoperindag mengklaim sudah menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) baru terkait mekanisme pemungutan dan pelaporan retribusi, yang disesuaikan dengan Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.

Selain itu, pihaknya menyebut sudah rutin melakukan pengawasan lapangan ke tujuh pasar di bawah pengelolaan Pemda, rekonsiliasi data retribusi dengan Bapenda, serta rapat koordinasi bersama petugas pemungut.

Meski demikian, mekanisme pungutan retribusi di lapangan ternyata masih sangat tradisional. Petugas menarik pungutan harian sebesar Rp3.000 per pedagang dengan menyerahkan karcis sebagai bukti pembayaran, sementara retribusi sewa kios dilakukan bulanan.

“Setiap karcis sudah dicetak resmi, direkonsiliasi bulanan, dan menjadi bukti sah bahwa pedagang membayar,” klaim Reka.

Meski Diskoperindag menegaskan bahwa semua dokumen tindak lanjut sudah diserahkan ke Inspektorat dan diunggah ke sistem BPK, publik tetap menunggu langkah nyata di lapangan. Apalagi, masalah klasik seperti kios mati tapi tetap bayar retribusi dikhawatirkan hanya menjadi celah permainan, bukan sekadar fenomena pedagang jualan online.

Dengan temuan BPK dan jawaban Diskoperindag ini, masyarakat Pringsewu kini menanti pembuktian: apakah perbaikan sistem hanya sebatas dokumen dan SOP, atau benar-benar membawa perubahan nyata dalam pengelolaan retribusi pasar.(*)