Pringsewu — Putusan ringan terhadap mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Pringsewu, Drs. Heri Iswahyudi, M.Ag, akhirnya dikoreksi di tingkat banding. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Tanjungkarang mengabulkan upaya hukum banding yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Pringsewu dan menjatuhkan hukuman yang lebih berat dalam perkara korupsi Dana Hibah LPTQ Kabupaten Pringsewu Tahun Anggaran 2022.
Melalui Putusan Nomor 29/Pid.Sus-TPK/2025/PT TJK tertanggal 16 Desember 2025, Majelis Hakim Banding menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama saat menjabat sebagai Ketua LPTQ sekaligus Sekretaris Daerah Pringsewu.
Majelis Hakim menilai perbuatan terdakwa memenuhi unsur Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan subsidair Penuntut Umum.
Dalam putusan tersebut, terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan, denda Rp50 juta subsidair 3 bulan kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp39.243.996 subsidair 6 bulan penjara. Selain itu, terdakwa juga dibebani biaya perkara sebesar Rp2.500.
Putusan ini sekaligus membatalkan vonis Pengadilan Tipikor tingkat pertama yang sebelumnya hanya menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara dan uang pengganti Rp5 juta, yang dinilai tidak sebanding dengan dampak kerugian keuangan negara serta posisi strategis terdakwa sebagai pejabat tinggi daerah.
Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum sebelumnya menuntut terdakwa dengan dakwaan primair Pasal 2 UU Tipikor, dengan tuntutan pidana penjara 4 tahun 9 bulan, denda Rp250 juta, serta uang pengganti Rp39.243.996.
Kejaksaan Negeri Pringsewu juga mencatat keberhasilan signifikan dalam pemulihan kerugian keuangan negara. Hingga saat ini, total dana yang telah diselamatkan mencapai Rp568.462.676 dari keseluruhan kerugian negara sebesar Rp602.706.672.
Terhadap putusan banding tersebut, Tim Jaksa Penuntut Umum Kejari Pringsewu menyatakan akan mencermati secara menyeluruh pertimbangan hukum Majelis Hakim sebelum menentukan langkah hukum lanjutan sesuai ketentuan yang berlaku.
Putusan ini menegaskan peran peradilan tingkat banding sebagai instrumen korektif terhadap vonis yang dinilai tidak mencerminkan rasa keadilan, sekaligus memperkuat pesan bahwa penyalahgunaan dana hibah publik terlebih yang berkaitan dengan lembaga keagamaan akan berujung pada sanksi hukum yang tegas. (Redaksi)

