Pringsewu – Skandal dugaan penyimpangan dana desa di Kabupaten Pringsewu kian memanas. Tidak hanya mengarah pada kepala pekon, aroma kongkalikong juga menyeret pihak pemborong proyek.
Di Pekon Gumukmas, Kecamatan Pagelaran, dugaan praktik mark up anggaran hingga rekayasa volume pekerjaan infrastruktur tahun anggaran 2024 tercium kuat.
Ironisnya, permainan ini disebut-sebut melibatkan langsung Nur Imam Muslim selaku kepala pekon dan Romeli sebagai kontraktor pelaksana.
Hasil penelusuran tim investigasi media ini menemukan sejumlah proyek yang hasil fisiknya tidak sesuai dengan laporan penggunaan dana. Ada indikasi anggaran digelontorkan lebih besar di atas kertas, sementara kualitas dan volume pekerjaan justru dipangkas.
“Kalau memang terbukti ada kesepakatan untuk menggelembungkan anggaran atau mengurangi kualitas pekerjaan, maka baik kepala desa maupun pemborong dapat dijerat bersama-sama sebagai pelaku tindak pidana korupsi,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya, Senin (19/8/2025).
Berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, siapapun yang dengan sengaja memperkaya diri sendiri atau orang lain dan merugikan keuangan negara dapat dipidana minimal 4 tahun penjara.
Dalam konteks dana desa, memang kepala pekon adalah penanggung jawab utama. Namun, jika kontraktor terbukti ikut memainkan skema, maka bisa dijerat dengan pasal turut serta (Pasal 55 KUHP).
“Seringkali publik salah kaprah mengira hanya kepala desa yang salah. Padahal, kontraktor juga bisa dipidana kalau terbukti kongkalikong,” tegas Adi Chandra Gutama, Ketua Gerakan Pemuda Nusantara GPN Provinsi Lampung.
Sanksi hukum bukan perkara sepele. Jika kasus ini naik ke ranah pengadilan tindak pidana korupsi, ancamannya bisa sangat berat: hukuman penjara hingga seumur hidup, denda miliaran rupiah, serta kewajiban mengembalikan kerugian negara.
“Dana desa adalah hak rakyat di akar rumput. Jangan sampai jadi bancakan elit desa dan kontraktor nakal,” tambah Bung Chan.
Menariknya, dugaan penyimpangan dana desa Gumukmas justru dilaporkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Pringsewu oleh pihak pemborong, yakni Romeli sendiri. Publik pun dibuat bertanya-tanya, apakah laporan ini bentuk manuver untuk cuci tangan, atau justru upaya saling sandera.
Kini, semua sorotan mengarah ke Kejari Pringsewu. Masyarakat menanti keseriusan aparat penegak hukum dalam menelisik skandal ini.
Apakah benar dugaan kongkalikong antara kepala pekon dan pemborong akan terbukti? Jika ya, bukan tidak mungkin keduanya akan duduk berdampingan di kursi pesakitan sebagai terdakwa korupsi dana desa.(*)