Pringsewu – Wajah efisiensi anggaran di Kabupaten Pringsewu semakin memunculkan tanda tanya besar. Alih-alih menekan pos-pos yang tidak prioritas, justru sektor vital seperti kemitraan dengan media yang dipangkas.
Ironisnya, di saat yang sama muncul pos baru berupa pengangkatan tenaga ahli Bupati, yang dinilai belum tentu urgen bagi kepentingan masyarakat.
Padahal, peran media tidak bisa dipandang sebelah mata. Media adalah garda depan keterbukaan informasi, penyampai kebijakan, sekaligus pengawas jalannya pemerintahan. Tanpa media, transparansi hanya sebatas jargon di atas kertas.
Namun fakta terbaru menunjukkan arah sebaliknya. Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfotik) Pringsewu baru-baru ini melayangkan surat resmi kepada seluruh pimpinan perusahaan pers. Intinya, pemerintah daerah memutus kontrak langganan media mulai Agustus 2025.
Surat yang ditandatangani Kepala Diskominfotik, Moudy Ary Nazolla, S.STP., M.H., menegaskan,
“Sehubungan dengan ketersediaan Anggaran pada kegiatan Relasi Media Belanja Langganan Jurnal/Surat Kabar/Majalah yang dikelola oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Pringsewu Tahun Anggaran 2025, bersama ini kami sampaikan bahwa layanan berlangganan hanya dapat kami lakukan sampai dengan bulan Agustus 2025.” tulis surat tersebut, pada Rabu (10/9/25) lalu.
Kebijakan ini langsung menimbulkan gelombang pertanyaan. Apakah efisiensi benar-benar dijalankan secara adil. Atau hanya menyasar sektor yang dianggap tidak menguntungkan penguasa.
Sejumlah kalangan menilai langkah Pemkab Pringsewu sangat kontradiktif. Di satu sisi, pemerintah rajin menggaungkan keterbukaan informasi publik. Di sisi lain, justru memutus kerja sama dengan media yang menjadi ujung tombak penyebaran informasi dan suara kritis.
Lebih jauh, muncul kecurigaan bahwa pemangkasan anggaran untuk media bisa menjadi strategi membungkam kritik. Apalagi di saat yang sama, tenaga ahli Bupati tetap dipertahankan, meski keberadaannya belum jelas memberikan manfaat nyata bagi rakyat.
“Kalau alasan efisiensi, kenapa bukan pos-pos tak penting yang dikurangi. Kenapa justru media yang dipangkas, padahal publik butuh akses informasi,” ungkap salah satu Pemilik media.
Kini, masyarakat Pringsewu menanti jawaban tegas dari pemerintah daerah, apakah efisiensi dijalankan untuk kepentingan rakyat, atau hanya untuk melindungi kepentingan segelintir orang di lingkar kekuasaan.(Redaksi)