Pertemuan Tak Terduga di Tanah Suci dan Pesan Religius untuk Jamaah Haji 2025

Opini

 

Makkah al-Mukarramah

Sebuah momen penuh haru dan makna spiritual dialami oleh Wakil Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Lampung, Yudhi Hasyim, saat dirinya tengah bersiap melaksanakan salat Jumat di Tanah Suci.

Dalam keheningan masjid yang dipenuhi jamaah dari seluruh dunia, Yudhi tanpa disangka berjumpa langsung dengan Ketua Umum IWO, Yudhistira. Keduanya berdiri sejajar dalam satu saf, bersisian menunaikan ibadah.

“Allah mempertemukan kami dengan kuasa-Nya. Rasanya luar biasa. Saya tidak pernah menyangka bisa bertemu langsung dengan Ketua Umum IWO di sini, di tanah suci, saat shalat Jumat. Ini bukan kebetulan, ini panggilan hati dan takdir Ilahi,” ujar Yudhi Hasyim dengan mata berkaca-kaca, pada Jumat, 30/5/2025.

Pertemuan ini menjadi refleksi indah dari makna haji sebagai momen penyatuan umat, tak memandang jabatan, asal-usul, atau status. Semua sama di hadapan Allah, mengenakan pakaian ihram yang sederhana, dengan satu tujuan: memenuhi panggilan suci.

Dalam kesempatan berbeda, Ustaz Abul Malik, Lc., memberikan tausiah kepada para jamaah haji Indonesia menjelang puncak ibadah wukuf di Arafah.

Ia menyampaikan kisah penuh hikmah tentang Nabi Ibrahim AS saat menerima perintah dari Allah untuk memanggil manusia agar berhaji.

“Nabi Ibrahim bertanya kepada Allah, ‘Ya Rabb, bagaimana mungkin aku bisa memanggil dan menjangkau seluruh umat manusia di jagat raya ini?’ Lalu Allah menjawab, ‘Wahai Ibrahim, tugasmu hanyalah menyeru. Aku yang akan menyampaikan seruanmu ke telinga seluruh umat manusia’,” ujar Ustaz Abul Malik mengutip kisah yang tertulis dalam literatur klasik.

Ia mengingatkan bahwa esensi haji bukan semata perjalanan fisik, melainkan juga panggilan spiritual yang menyentuh hati dan keimanan.

*Skema Keberangkatan dan Ibadah Puncak Haji*

Ia juga menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia melalui petugas haji telah menyiapkan skema keberangkatan jamaah menuju Arafah yang dimulai sejak 8 Dzulhijjah, tepatnya hari Rabu. Karena jumlah armada yang terbatas sekitar seribu unit bus pemberangkatan dilakukan secara bergelombang dan terjadwal.

“Kloter SOC tertentu akan standby di depan hotel pukul 10 pagi, kloter lain pada pukul 12 siang. Ini demi kelancaran dan ketertiban mengingat semua jamaah diberangkatkan ke Arafah dalam satu hari yang sama,” jelas ustad Abul Malik.

Menurutnya, Jamaah yang diberangkatkan pada malam 9 Dzulhijjah dijamin sudah berada di Arafah. Oleh karena itu, para petugas diminta memastikan kesiapan logistik, termasuk makanan, agar tidak terjadi keterlambatan dalam distribusi.

Di Arafah, para jamaah diajak untuk menjaga akhlak, memperbanyak zikir, serta memperkuat doa. Ustaz Abul Malik menekankan pentingnya momen ini sebagai waktu mustajab untuk memohon ampun dan berkah.

“Doakan anak-anak kita, keluarga, suami atau istri agar diberi ketenteraman, kedamaian, dan kehidupan yang sakinah, mawaddah, warahmah,” pesannya.

Setelah wukuf, perjalanan dilanjutkan ke Muzdalifah. Jamaah dengan risiko tinggi seperti lansia dan yang memiliki keterbatasan fisik, tidak diwajibkan turun, melainkan tetap di dalam bus dan langsung diarahkan ke tenda di Mina.

Pada 10 Dzulhijjah, prosesi ibadah dilanjutkan dengan melontar jumrah (Pakoba) di Mina. Bagi jamaah dari Tanah Suhu, setelah melontar mereka langsung kembali ke hotel, tidak kembali ke tenda. Makanan pagi dan siang akan disediakan di hotel untuk menghindari kelelahan tambahan.

*Waspada Cuaca Ekstrem*

Saat ini, cuaca di Makkah tergolong panas dan ekstrem. Petugas kesehatan telah memberikan peringatan kepada jamaah untuk menggunakan masker dan menjaga kondisi tubuh guna menghindari flu dan batuk, terutama karena arus puncak haji sudah mulai terjadi. Jutaan manusia dari berbagai negara telah berkumpul di satu titik, menciptakan situasi yang padat dan berisiko tinggi secara kesehatan.

“Gunakan masker, banyak minum, dan hindari kelelahan berlebihan,” imbau salah satu petugas kesehatan haji.

Momentum haji tahun ini membawa pelajaran penting: tentang takdir pertemuan, makna seruan Nabi, ketulusan dalam beribadah, dan kekuatan ikatan spiritual sesama umat manusia. Sebagaimana disampaikan Ustaz Abul Malik, “Yang penting bukan hanya sampai ke Ka’bah, tapi bagaimana hati kita kembali kepada Allah.”(Red)