Selain Kakon Jarang Ngantor, Kadus di Pekon Giritunggal Juga Ikutan, Muncul Saat Terima Siltap

BERITA TERKINI LAMPUNG Pringsewu

PRINGSEWU – Setelah Kepala Pekon Giritunggal menjadi sorotan karena tak pernah masuk kantor selama berbulan-bulan, kini giliran Kepala Dusun (Kadus) 3, Anwar, yang mengukir “prestasi” serupa.

Sebuah pola absensi struktural yang nyaris jadi tradisi tak bekerja tapi tetap menikmati gaji. Masyarakat pun hanya bisa mengelus dada sambil bertanya dalam hati, Kalau semuanya menghilang, siapa yang sebenarnya bekerja untuk rakyat?

Menurut narasumber yang dapat dipertanggungjawabkan keterangannya, Anwar, selaku Kadus 3, sudah hampir empat bulan tidak pernah terlihat batang hidungnya di kantor. Bahkan dalam kegiatan resmi pekon, wajahnya pun absen total.

“Kadus 3 ini lebih ahli main sulap dari David Copperfield. Bisa hilang di siang bolong tanpa jejak,” celetuk salah satu warga dengan getir.

Celakanya, Anwar hanya menampakkan diri saat hari pencairan insentif. Datang sejenak, tanda tangan, ambil uang, lalu menghilang kembali seperti kabut pagi yang lenyap tanpa permisi. Seakan jabatan ini hanya berarti satu, hak keuangan. Soal kewajiban? Biar rakyat yang pikirkan.

Warga pun mulai gelisah. Dusun tanpa kepala ibarat kapal tanpa nahkoda. Tak ada yang bisa diandalkan ketika warga butuh pengantar administrasi, verifikasi data bantuan, atau bahkan mediasi persoalan lingkungan. Anwar, menurut banyak warga, bukan sekadar malas ia sudah berubah fungsi. Dari pelayan masyarakat menjadi pengunjung musiman kantor pekon.

Tak sedikit staf pekon yang mengeluh, namun enggan bersuara terbuka karena khawatir dianggap membuka aib internal. Kalau kami bicara, takut dianggap tidak loyal. Tapi kami juga lelah harus menjawab pertanyaan warga soal keberadaan Kadus,” ungkap salah satu sumber internal yang meminta namanya disamarkan.

Kebiasaan muncul hanya saat pencairan insentif ini bukan sekadar masalah etika. Ini adalah bentuk ketidakjujuran moral dalam menjalankan amanah. Apalagi, insentif yang diterima berasal dari anggaran negara uang rakyat yang seharusnya dibalas dengan pelayanan, bukan kemalasan.

Apa yang terjadi di Dusun 3 ini adalah refleksi dari krisis integritas dalam lingkup terkecil pemerintahan. Jika kepala pekonnya abai, lalu kadusnya meniru gaya hidup ‘tiarap struktural’, maka masyarakat seperti dibiarkan tanpa kompas. Birokrasi jadi hanya simbol, sementara substansi pelayanannya menguap entah ke mana.

Ironisnya, tidak ada mekanisme tegas dari pemerintah kecamatan maupun dinas terkait untuk menindak hal semacam ini. Apakah jabatan kadus sudah sedemikian longgar, hingga absensi berbulan-bulan tak membuat sistem berkedip sedikit pun?

Situasi seperti ini menimbulkan efek domino. Warga kehilangan kepercayaan, aparatur lain kehilangan motivasi, dan pemerintahan desa kehilangan legitimasi sosial. Jika dibiarkan, jabatan publik akan berubah menjadi ruang nyaman bagi mereka yang hanya mau menerima tanpa memberi.

Masyarakat Pekon Giritunggal pantas mendapat pelayanan yang lebih baik, bukan pemimpin yang menjadikan jabatan hanya sebagai sumber pemasukan, bukan pengabdian. Bila Anwar tak mampu hadir, maka seyogianya ia punya integritas untuk mundur, bukan menunggu didorong oleh kegaduhan.

Anwar saat dikonfirmasi lewat chat WhatsApp oleh media ini hanya menjawab singkat, “Masuk pak, kadang.” Sebuah jawaban yang tak hanya normatif, tapi juga menyiratkan betapa tak pentingnya tanggung jawab itu dalam kesadarannya sendiri. “Kadang” seperti itulah yang membuat pelayanan publik menjadi kadang-kadang berjalan, kadang-kadang mati total. (Red)