Lampung — Zahrial, warga Lampung yang menjadi korban fitnah dan ujaran kebencian di dunia maya, mendesak Subdit Cyber Ditreskrimsus Polda Lampung segera menangkap para pembuat konten fitnah yang telah mencemarkan nama baik dirinya dan keluarganya.
Desakan ini disampaikan setelah keluarnya Surat Dewan Pers Nomor: 1552/DP/K/X/2025 tertanggal 7 Oktober 2025, yang menegaskan bahwa situs familydutapost.com tidak memenuhi ketentuan administratif sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai media pers resmi.
Dalam surat yang ditandatangani Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Dewan Pers menyatakan hasil penelusuran hingga 6 Oktober 2025 tidak menemukan alamat kantor, badan hukum, penanggung jawab, maupun susunan redaksi pada situs tersebut. Karena itu, pengaduan tidak dapat diproses melalui mekanisme hukum pers.
Selain situs familydutapost.com, Zahrial juga melaporkan empat akun YouTube berbentuk konten short, yakni Sinar Berita Indonesia, 1 Detik Asia, JKNet, dan Jejak Kriminal, yang diduga turut mengunggah video pendek berisi fitnah dan ujaran kebencian terhadap dirinya.
Konten-konten tersebut bahkan menampilkan foto pribadinya serta mencantumkan nama lengkapnya tanpa izin, kemudian disebarluaskan ke publik sehingga menimbulkan persepsi negatif di masyarakat.
“Saya minta kepada pembuat berita dan konten untuk membuktikan isi tuduhannya di hadapan penyidik Cyber Polda Lampung. Jangan membuat konten menyesatkan tanpa dasar. Penulisan dan penyebaran informasi harus berdasarkan fakta dan data yang benar, bukan opini pribadi,” ujar Zahrial.
Sementara itu, pendamping hukum media bintang-pesawaran.com, Wiliyus, menegaskan bahwa empat konten YouTube dan situs tersebut bukan produk jurnalistik, melainkan konten provokatif yang menghasut, mencemarkan nama baik, dan merusak kehormatan keluarga pelapor.
“Lima konten itu fatal dan berpotensi pidana. Polisi harus segera bertindak tegas tanpa menunggu lama,” tegas Wiliyus.
Zahrial berharap Cyber Polda Lampung tidak menunda penegakan hukum, karena surat resmi Dewan Pers telah menjadi dasar kuat bahwa situs dan akun pembuat konten tersebut bukan bagian dari kegiatan pers yang sah, melainkan tindakan pidana penyebaran fitnah dan ujaran kebencian di ruang digital. (Rls/Red)