Dugaan Penahanan Kartu BPNT di Desa Gumukmas : Warga Takut Lapor, Terungkap Nama Bu Ani dan Bu Gina

BERITA TERKINI Daerah LAMPUNG Pringsewu

Pringsewu – Dugaan penyalahgunaan pengelolaan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) kembali mencuat di Desa Gumukmas, Kabupaten Pringsewu. Sejumlah penerima manfaat mengaku tidak pernah memegang langsung kartu ATM bantuan mereka sejak awal penyaluran.

Kartu tersebut diduga dikuasai oleh pihak desa atau perantara, dan pencairannya dilakukan melalui seorang warga bernama Bu Ani, yang disebut warga “ditunjuk oleh desa”.

“Untuk ATM BPNT di Desa Gumukmas, kartu ATM-nya dipegang pihak desa. Kalau bantuan cair, penerima harus bayar biaya admin Rp5.000–Rp10.000 per transaksi. Kalau cair tiga bulan atau Rp600 ribu, biaya admin BRILink juga dibayar tiga kali,” ujar salah satu penerima yang identitasnya dirahasiakan demi keamanan.

Bahkan ada warga yang mengaku bantuan bisa dihentikan bila mereka menolak “aturan tak tertulis” tersebut.

“Dulu ada warga depan rumah lurah Imam Muslim dapat PKH, tapi karena gak mau ikut aturan desa, akhirnya bantuannya dihentikan,” tambahnya.

Dalam klarifikasi yang dilakukan tim Gemalampung, Bu Anita awalnya membantah tudingan bahwa dirinya memegang kartu dan mencairkan dana bantuan.

Namun di akhir percakapan, ia mengaku sebagai anggota Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Anggrek dengan Bu Gina sebagai ketua kelompok.

“Saya ini anggota Kube Anggrek, ketuanya Bu Gina. Semua penerima jadi satu ke Bu Gina. Jadi kalau mau cair, ya lewat dia, karena dia ketuanya,” ujar Bu Ani, Senin (3/11/25)

Keterangan ini menunjukkan adanya struktur kelompok dalam pengelolaan bansos, yang memungkinkan satu pihak memiliki akses terhadap banyak kartu bantuan.

Saat dikonfirmasi terpisah, Bu Gina, yang disebut sebagai ketua KUBER Anggrek, mengakui pernah memimpin kelompok PKH/Kube, tetapi menegaskan kelompok itu sudah bubar.

“Dulu saya memang ketua kelompok, tapi itu kelompok PKH, bukan Kube lagi. Sekarang sudah enggak ada Kube,” jelasnya.

Bu Gina juga membantah tuduhan bahwa kartu bantuan dipegang oleh suruhan pekon.

Menurutnya, sistem lama sempat membuat warga salah paham.

“Dulu waktu masih ada Kube, memang orang datang ngesek dulu baru dicairkan barang. Tapi setelah itu bubar, sekarang semua penerima sudah pegang kartunya masing-masing. Saya sudah suruh begitu sejak lama,” katanya.

Meski Bu Gina mengklaim sistem sudah berubah, pengakuan sejumlah warga menunjukkan praktik lama masih berlangsung, terutama pada proses pencairan bantuan melalui perantara non-bank dengan pemotongan biaya admin Rp5.000–Rp10.000.

Praktik seperti ini melanggar aturan resmi Kementerian Sosial, karena Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) wajib dipegang oleh penerima manfaat dan tidak boleh dikuasakan. (Tim Redaksi)