SMPN 7 Pesawaran Akui Sudah Kembalikan Dana BOSP Rp26,2 Juta

BERITA TERKINI LAMPUNG Pesawaran

Pesawaran – Kepala SMP Negeri 7 Pesawaran, Ermi Yusnita, memberikan penjelasan panjang terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pengelolaan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) sebesar Rp26,2 juta.

Menurutnya, perbedaan penilaian standar biaya menjadi alasan utama munculnya temuan, meski dana tersebut telah dikembalikan ke kas daerah.

Ermi Yusnita, mengaku bahwa SMPN 7 hanya menjadi salah satu dari banyak sekolah di Pesawaran yang diperiksa. Audit BPK menyoroti sejumlah kegiatan seperti MGMP, MKKS, hingga kegiatan menghadirkan narasumber untuk pelatihan maupun in-house training.

“Jadi, menurut kita waktu itu pengeluaran sudah benar. Misalnya transportasi kita kasih Rp100 ribu, tapi menurut mereka seharusnya Rp75 ribu. Begitu juga untuk narasumber, ada tarif yang berbeda: dari kabupaten sekian, dari provinsi sekian, dari nasional sekian. Nah, itu yang jadi temuan,” jelas Ermi.

Ia menambahkan, dalam hitungan pihak sekolah, biaya transportasi disesuaikan dengan jarak kegiatan, misalnya jika digelar di Padang Cermin. Namun BPK disebut tidak mau tahu soal penyesuaian itu.

Ermi menegaskan, begitu hasil audit keluar, pihaknya langsung menindaklanjuti.

“Tidak sampai satu minggu setelah dipanggil Pak Kadis, saya langsung setor Rp26.200.000 ke kas daerah. Bukti setor sudah saya kirimkan ke Kadis, Kabid, hingga ke BPKAD. Jadi bagi kami sudah selesai,” ujarnya.

Menurutnya, langkah cepat itu membuat SMPN 7 termasuk sekolah yang paling awal menyelesaikan kewajiban. Sementara, masih banyak sekolah lain di Pesawaran yang hingga kini belum menindaklanjuti.

“Banyak sekolah lain yang nilainya malah lebih besar. Ada yang Rp60 juta, ada yang Rp100 juta. Sampai sekarang belum ada realisasinya, belum ada pengembalian,” ungkapnya.

Meski merasa keputusan BPK terkadang “berat sebelah”, Ermi menilai hasil audit itu tetap harus diterima.

“Menurut kita benar, tapi belum tentu menurut mereka benar. BPK itu kan audit negara, jadi mau bagaimana pun kita harus ikut. Itu jadi pembelajaran buat sekolah-sekolah agar ke depan lebih hati-hati,” katanya.

Hermini juga menyinggung regulasi terbaru yang membatasi penggunaan honorarium maksimal 20 persen dari total BOSP. Menurutnya, aturan itu akan menambah beban sekolah, terutama yang masih kekurangan guru.

“Kalau sekolah gurunya banyak yang honor, dana BOSP jadi berat sekali. Aturannya honor tidak boleh lebih dari 20 persen. Ini juga bikin kepala sekolah tambah pusing,” ujarnya.

Lebih lanjut, Ermi menyebut bahwa dana BOSP yang diterima SMPN 7 tergolong besar, yakni sekitar Rp500 juta per semester. Besarnya dana itu membuat pengelolaan harus lebih disiplin agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

“Intinya, temuan BPK ini sudah kami selesaikan. Tapi ini jadi pelajaran, baik untuk kami maupun sekolah-sekolah lain, supaya pengelolaan dana pendidikan dilakukan lebih tertib sesuai aturan,” tutup Ermi.(Redaksi)