Kejari Pringsewu Batasi Pemeriksaan Dana Desa, Praktisi Hukum : Ini Bisa Jadi Celah Korupsi!

BERITA TERKINI Daerah LAMPUNG Pringsewu

Praktisi Hukum : APIP Boleh dan Harus Perluas Pemeriksaan Jika Ada Indikasi Penyimpangan Lain

Pringsewu – Proses tindak lanjut laporan dugaan korupsi dana desa di Pekon Gumukmas, Kecamatan Pagelaran Utara, disebut tidak bisa meluas terhadap objek kegiatan lain di luar yang diadukan masyarakat.

Hal ini disampaikan oleh Kasi Intelijen Kejari Pringsewu, I Kadek Dwi Ariatmaja, kepada media ini, Selasa (14/10/2025).

Menurutnya, laporan yang diterima Kejari hanya mencakup tiga objek kegiatan yang bersumber dari Dana Desa Tahun Anggaran 2024. Karena itu, Kejari berkoordinasi dengan APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah) atau Inspektorat setempat untuk memeriksa objek yang dilaporkan tersebut.

“Tindak lanjut kita hanya sebatas objek yang dilaporkan, kemudian diserahkan ke APIP untuk dilakukan pemeriksaan terhadap Pekon Gumukmas,” ujar Kadek.

“Kami tidak bisa mengarah ke objek lain. Jika ada dugaan lain, silakan dilaporkan kembali,” tandasnya.

Namun, pandangan berbeda disampaikan oleh Dr. Yusdianto, S.H., M.H., Praktisi Hukum Universitas Lampung.

Menurut Yusdianto, ketentuan dalam Permendagri Nomor 73 Tahun 2020 tentang Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa menegaskan bahwa pemeriksaan APIP tidak dibatasi hanya pada objek yang dilaporkan masyarakat.

“Pemeriksaan justru dapat dan seharusnya diperluas ke kegiatan lain yang ditemukan indikasi penyimpangan serupa atau berisiko tinggi,” jelasnya.

“APIP wajib melakukan pemeriksaan komprehensif, tidak sekadar formalitas berdasarkan laporan masyarakat, tetapi juga memastikan kebenaran materiil dan akuntabilitas pengelolaan Dana Desa secara menyeluruh,” tambahnya.

Ia menjelaskan, perluasan pemeriksaan dapat dilakukan sepanjang:
a) ditemukan indikasi objektif penyimpangan serupa (red flag);
b) terdapat keterkaitan hukum (nexum) dengan dugaan awal; dan
c) memenuhi prosedur formal, seperti revisi Term of Reference (TOR) dan pemberitahuan resmi.

“Laporan masyarakat hanyalah pintu masuk, bukan batas objek pemeriksaan. Jika APIP membatasi diri, itu justru melemahkan pengawasan dan menciptakan rasa aman semu dalam tata kelola Dana Desa,” tegas Yusdianto.

Ia menilai pembatasan pemeriksaan seperti yang diterapkan di Pringsewu berpotensi menghambat penegakan hukum dan merusak prinsip akuntabilitas publik.

“Dalam perspektif Hukum Administrasi Negara, perluasan pemeriksaan terhadap kegiatan lain bukanlah pelanggaran kewenangan (ultra vires), melainkan bagian dari fungsi pengawasan preventif yang modern dan efektif,” jelasnya.

Menurut dia, langkah ideal adalah memperjelas koordinasi antara APIP dan Aparat Penegak Hukum (APH) agar tidak terjadi tumpang tindih, namun tetap menjamin pemeriksaan menyeluruh terhadap potensi penyimpangan Dana Desa.

“Sinergi kelembagaan yang terstruktur dan dapat dipertanggungjawabkan menjadi kunci agar pengawasan benar-benar menyentuh seluruh potensi korupsi Dana Desa,” pungkasnya. (Redaksi)