Medan – Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan kembali menggelar sidang lanjutan perkara Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dengan nomor perkara 5/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2025/PN Niaga Mdn, Rabu, 3 September 2025.
Digelar di ruang Cakra V, agenda persidangan kali ini adalah pemanggilan para pihak tergugat untuk hadir, setelah di persidangan perdana seluruhnya ‘mangkir’.
Majelis hakim yang dipimpin oleh Hakim Ketua Vera Yetti Magdalena, SH, MH yang didampingi dua hakim lainnya serta Panitera Pengganti Artanta Sihombing, SH menegaskan bahwa kehadiran para tergugat sangat penting demi kelancaran persidangan perkara ini.
Seperti diketahui, gugatan perdata ini diajukan oleh Yudhistira (penggugat) selaku pemegang hak cipta nama dan logo Ikatawan Wartawan Online (IWO) yang didaftarkan sebagai merek oleh pihak Perkumpulan Wartawan Online (tergugat) dan dikeluarkan Dirjen HKI yang turut tergugat.
Tidak seperti sidang pertama, kali ini tergugat dihadiri oleh Teli Natalia, Sekretaris Perkumpulan Wartawan Online (PWO) yang didampingi pengacaranya. Sayangnya, Dirjen HKI yang turut tergugat dalam perkara ini tidak hadir.
Dalam sidang yang berlangsung singkat, tergugat menyampaikan bahwa surat panggilan tidak diterima dengan alasan pindah alamat kantor.
“Kami tahu adanya panggilan sidang dari pemberitaan di media, yang menyebut kami mangkir, padahal kami tak terima surat,” keluh Teli Natalia.
Namun hakim tak terima dalih itu seraya menyebutkan jika mengaku pindah alamat, seharusnya pihak tergugat mengajukan perubahan datanya ke Kementerian Hukum.
“Pihak pengadilan menyampaikan surat sesuai dengan data yang ada di pendaftaran merek. Kalau pindah ya dirubahlah datanya,” komplain Hakim Ketua Vera Yetti Magdalena.
Di samping itu, dalam persidangan, Majelis Hakim juga menyampaikan apabila pihak tergugat termasuk Dirjen HKI tidak memenuhi panggilan pengadilan tanpa alasan yang jelas dan sah, maka persidangan akan tetap dilanjutkan sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku.
Sementara itu, usai persidangan, kuasa hukum penggugat, Arfan, SH yang didampingi Rudi Hasibuan, SH menyebutkan adanya kejanggalan dalam penetapan kuasa hukum tergugat dari PWO yang ditandatangani tunggal oleh ketuanya.
“Tadi sudah kita sampaikan juga di persidangan. Aneh ini. Makanya kita menunggu AD/ART dari tergugat karena penetapan kuasa hanya di tanda tangani oleh Ketuanya atas nama Dwi Christianto,” terang Arfan.
Dijadwalkan, sidang ini akan dilanjutkan pada 17 September 2025 dengan agenda pemanggilan para tergugat, termasuk Dirjen HKI yang belum juga hadir di persidangan kedua.
Sebelumnya, Arfan menyatakan, gugatan ini merupakan bentuk langkah konkrit yang diambil kliennya untuk membuktikan secara yuridis bahwa nama dan logo IWO merupakan milik kliennya.
“Apalagi sejak awal nama dan logo IWO itu telah terdaftar dalam HKI atas nama pemilik klien kami Yudhistira yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum IWO,” tegasnya.
Hak cipta yang dimiliki kliennya tersebut, lanjutnya, jelas terdaftar dengan nomor pencatatan 00052188 setelah sebelumnya kliennya mengajukan permohonan dengan nomor EC002023119233 tertanggal 27 November 2023. Hak Cipta tersebut juga berlaku seumur hidup.
Dokumen itu juga diperkuat oleh dokumen Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia sesuai dengan Pasal 72 Undang-Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta yang ditandatangani Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Anggoro Dasananto.
Karena itu, ia sangat menyesalkan ada pihak yang menjadikan IWO yang notabene bukanlah organisasi non profit, tapi didaftarkan sebagai merek dengas kelas menyediakan barang dan jasa, seperti apa yang tercantum di laman resmi Kementerian Hukum.
“Kok IWO dijadikan merek dagang penyedia sejumlah produk. Ini fatal. Kan AHU yang dirilis IWO merupakan bagian dari Organisasi Kemasyarakatan. Karena itu, gugatan ini cara kami untuk meluruskan fakta dan ke depan tidak ada lagi pihak lain yang menyelewengkan nama organisasi yang sudah berdiri sejak 2012 ini,” pungkasnya.